Run teks

Selamat Datang Di Blog'e SDN MULYOREJO 02 Jalan Raya Ngambon-Purwosari Desa Mulyorejo Kecamatan Tambakrejo Kabupaten Bojonegoro (62166)

Senin, 04 Desember 2017

Model Dan Jenis-Jenis Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif

a. Model Pembelajaran
Model pembelajaran dikembangkan dari adanya perbedaan karakteristik siswa yang bervariasi. Karena siswa memiliki berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, cara belajar yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran tidak terpaku hanya pada model tertentu. 
Menurut Agus Suprijono (2009: 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan  pembelajaran di kelas. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merancang dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Udin Saripudin Winataputra,1997:78).
Model pembelajaran menurut Soekamto dalam Trianto (2009:22) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan pola atau prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Menurut Nieveen dalam Trianto (2009:25), suatu model pembelajaran dapat dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagaiberikut:
  • Sahih (valid), aspek validitas dikaitkan dengan dua hal,yaitu:
  1. Apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat
  2. Apakah terdapat konsistensi internal
  • Praktis, aspek kepraktisannya hanya dapat dipenuhi jika:
  1. Para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan
  2. Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan
  • Efektif, berkaitan dengan efektifitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut :
  1. Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif
  2. Secara oprasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan
Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan atau materi tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan langkah awal yang harus direncanakan di dalam proses belajar mengajar secara keseluruhan.
Adapun jenis-jenis pembelajaran menurut Agus Suprijono (2009) dapat dibagi menjadi:

1) Model Pembelajaran Berbasis Langsung (Direct Instruktion) 
Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan active teaching yang mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kapeda seluruh kelas. Pembelajaran langsung dirancang untuk penguasaan pengetahuan procedural, pengetahuan deklaratif (pengetahuan faktual) serta berbagai ketrampilan. Dalam pembelajaran langsung, guru menstrukturisasikan lingkungan belajarnya dengan ketat, memperkenalkan fokus akademis, dan berharap peserta didik menjadi pengamat, pendengar, dan praktisipan yang tekun.

2) Model Pembelajaran Cooperative (Cooperative Learning)
Pembelajaran cooperative dapat diartikan belajar bersamasama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Keberhasilanbelajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Pembelajaran cooperative merupakan serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk member dorongan keada peserta didik agar bekerja sama selama berlangsungnya proses pembelajaran.

3) Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning, yakni pembelajaran yang menekankan pada aktivitas penyelidikan. Proses belajar penemuan meliputi proses informasi, transformasi dan evaluasi. Pada tahap informasi, peserta didik memperoleh informasi mengenai materi yang dipelajari dan memberikan respon. Pada tahap transformasi peserta didik melakukan identifikasi, analisis, mengubah, mentransformasikan informasi yang diperoleh. Pada tahap evaluasi peserta didik menilai sendiri informasi yang telah ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalahyang dihadapi.

4) Model Pembelajaran Kontekstual (Constextual Teaching And Learning)
Constextual teaching and learning atau biasa disebut pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan daengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupanmereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajarankontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami makna yang ada pada bahan ajar, menghubungkan pelajaran dalam konteks kehidupan sehari-harinya dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan kultural.
Jenis-jenis model pembelajaran yang diuraikan di atas, tidak ada model pembelajaran yang paling baik, karena setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan rumusan tujuan pembelajaranyang telah ditetapkan, analisis kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihasilkan dan jenis materi yang akan diajarkan. Padapenelitian ini, menurut peneliti model pembelajaran yang cocok diterapkan pada pembelajaran membuat pola adalah model pembelajaran kooperatif.

c. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu modelpembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yangsaling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besardalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Menurut David W.Johnson (2010:4),pembelajaran kooperatif:

“Merupakan proses belajar mengajar yang melibatkanpenggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain. Pembelajaran cooperative menekankan kerja sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya.”Menurut Wina Sanjaya (2008:241)pembelajaran cooperative adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi yang telah ditentukan. Selain itu pembelajaran kooperatif untuk mempersiapkan siswa agar memiliki orientasi untuk bekerja dalam tim. Siswa tidak hanya mempelajari materi ,tetapi harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang ditingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi yang dipelajari, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompokmenguasai bahan pelajaran tersebut.

Menurut Hamid Hasan dalam Etin Soliatin, (2007:4) kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.

Sehubungan dengan pengertian tersebut, pernyataan Slavin dalam Anita Lie (2008:8) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang berarti siswa belajar danbekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yanganggotanya terdiri dari dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen, model pembelajaran kooperatif biasa disebut dengan model pembelajaran gotong royong, yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah fasafah.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa berupa pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya. Dari uraian di atas model pembelajaran berkelompok sangatsesuai untuk pembelajaran praktik. Ada tiga pilihan model pembelajaran, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning (Anita Lie, 2008:23). Menurut Slavin dua alasan mengapa
pembelajaran kooperatif dianjurkan untuk digunakan dalam proses
pembelajaran yaitu :
  1. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran cooperative dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial. Menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain , serta dapat meningkatkan harga diri. 
  2. Pembelajaran cooperative dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir,mencegah masalah,dan menginteraksikan pengetahuan dan ketermpilan, maka pembelajaran cooperative dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan. (Wina Sanjaya,2007:240) 
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas yang diberikan dapat diorganisir dengan baik oleh peserta didik. Struktur tujuan dan reward mengacu pada kerja sama dalam kelompok atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan maupun reward.
Menurut Rumini dkk (1995:12) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu diantaranya :
1) Team Game Tournament (TGT)
Siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok untuk saling membantu dalam memahami materi dan mengerjakan tugas sebagai sebuah kelompok dan dipadu dengan kompetensi antaranggota dalam bentuk permainan.
2) Student Team Achievement Division (STAD)
Siswa berada dalam kelompok kecil dan mengguanakan lembaran kerja untuk menguasai suatu materi pelajaran. Mereka saling membantu satu sama lain.

3) Jigsaw
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat heterogen.Bahan pelajaran dibagi-bagi dalam setiap anggota kelompok dan mereka mempelajari materi yang sama berkumpuluntuk berdiskusi materi yang sama,berkumpul untuk berdiskusi dan kembali ke kelompok semula untuk mempelajari materi yang telah mereka kuasai kepada anggota kelompoknya.

4) Group investigation (GI)
Siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi topic menjadi sub topic- sub topic, kemudian setiap anggota kelompok menggunakan kegiatan meneliti untuk mencapai tujuan kelompoknya.
Sedangkan menurut Isjoni (2009:74-88), membagi pembelajaran kooperatif yakni:

1) STAD
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui 5 tahapan meliputi:
  • Tahap penyajian materi
  • Kerja kelompok
  • Tes individu
  • Penghitungan skor pengembangan individu
  • Pemberian penghargaan kelompok
2) Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran dengan jigsaw yakni adanya kelompok asal dan kelompok ahli dalam kegiatan belajara mengajar. Setiap siswa dari masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama berkumpul dalam satu kelompok baru yakni kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli bertanggung jawab untuk sebuah materi atau pokok bahasan . setelah kelompok ahli selesai mempelajari satu topik materi keahliannya, masing-masing siswa kembali ke kelompokasal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada temantemannya dalam satu kelompok diskusi.

3) TGT
Team Game Tournament (TGT) adalah tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswanya dalam kelompok-kelompok belajar dengan adanya permainan pada setiap meja turnamen. Dalam permainan ini digunakan kartu yang berisi soal dan kunci jawabannya. Setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya, dan masing-masing ditempatkan ada meja turnamen. Cara memainkannya dengan membagikan kartu-kartu soal, pemain mengambil kartu dan memberikannya kepada pembaca soal. Kemudian soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang hingga dapat menyelesaikan permainnnya.

4) GI
Group investigation (GI) merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Keterlinatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai akhir pembelajaran akan memberi peluang siswa untuk lebih mempertajam gagasan. Dalam pelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam member kebebasan kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif.

5) Rotating Trio Exchange
Pada model pembelajaran ini, jumlah siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang. Pada setiap trio tersebut diberi pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setiap anggota trio diberi nomor, kemudian berpindah searah jarum jam dan berlawanan jarum jam. Dan setiap trio baru diberi pertanyaan baru untuk didiskusikan.

6) Group Resume
Model ini menjadikan interaksi antar siswa lebih baik, dengan member penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, dalam bakat dan kemampuannya di kelas. Setiap kelompok membuat kesimpulan dan mempresentasikan data-data setiap siswa dalam kelompok.
Model pembelajaran kooperatif sebenarnya bukan model pembelajaran yang baru ditemui oleh para pendidik atau guru, karena sudah banyak guru yang sering menugaskan para siswa untuk belajar
kelompok. Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2009:59) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan:

1) Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. 
  1. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepeda kelompoknya. 
  2. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Menurut Agus Suprijono (2009:59) ada beberapa cara membangun saling ketergantunagn positif yaitu :
  • Menumbuhkan perasaam peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan.
  • Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.
  • Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya mereka belum dapat menyelesaikan tugas sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.
  • Setiapa peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.
2) Tanggung Jawab Perseorangan (Personal Responsibility)
Tanggung jawab perseorangan atau tanggung jawab individual ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas.

3) Interaksi Promotif (Face To Face Promotive Interaction)
Interaksi promotif sangat penting karena dapat menghasilkan saling ketergantunagn positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah :
  1. Saling membantu secara efektif dan efisien.
  2. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
  3. Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien
  4. Saling mengingatkan
  5. Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan terhadap masalah yang dihadapi.
  6. Saling percaya
  7. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
4) Komunikasi Antar Anggota (Interpersonal Skill)
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi karena setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara yang berbeda-beda. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan kemempuan mengutarakan pendapat. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional.
Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus:
  • Saling mengenal dan mempercayai
  • Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
  • Saling menerima dan saling mendukung
  • Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
5) Pemrosesan Kelompok (Group Processing)
Pemrosesan mengandung arti menilai,melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi urutan atau tahapan kegiatan kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan dari pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberi kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
Menurut Agus Suprijono (2009:65) menjelaskan bahwa sintaks pembelajaran kooperatif terdiri dari enam komponen utama yaitu:
Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian ini telah ditetapkan yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang akan di implementasikan di kelas.

d. Jigsaw
Teknik mengajar jigsaw dikembangkan pertama kalinya untuk menghadapi isu yang disebabkan perbedaan sekolah-sekolah di Amerika Serikat antara tahun 1964 dan 1974 oleh Elliot Aronson sebagai model cooperative learning. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yangmendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materipelajaran. Dalam pembelajaran tipe jigsaw setiap siswa mempelajarisesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa lain.
Anita Lie (2004:69) mengatakan bahwa:
“Teknik mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode cooperative learning .Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa danmembantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu,siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkanketerampilan komunikasi.”
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantungsatu dengan yang lain dan harus bekerja sama untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Menurut Agus Suprijono(2009:89) pembelajaran jigsaw merupakan pembelajaran kooperatif dimana guru membagi kelasdalam kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok tergantungpada konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Jika satu kelasada 40 siswa, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang.Keempat kelompok itu disebut kemompok asal, setelah kelompokaasal terbentuk guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Berikutnya membentuk kelompok ahli,berikan kesempatan untuk berdiskusi setelah itu kembali pada kelompok asal danmenjelaskan hasil diskusi kepada kelompok masing-masing. Menurut Yuzar dalam Isjoni (2010:78) dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa belajar dengan kelompok kecil yangterdiri 4 sampai 6 orang, heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab secara mandiri. 
Pembelajaran ini dimulai dengan pembelajaran bab atau pokok bahasan, sehingga setiap anggota kelompok memegang materi dengan topik yang berbeda-beda. Tiap siswa dari masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama selanjutnya berkumpul dalam satu kelompok baru yang dinamakan kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli bertanggungjawab untuk sebuah bab atau pokok bahasan. Setelah kelompok ahli selesai mempelajari satu topik materi keahliannya, masing-masing siswa kembali ke kelompok asal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada teman-teman dalam satu kelompok dalam bentuk diskusi.
Model pembelajaran jigsaw ini sendiri terbagi menjadi dua tipe yaitu jigsaw tipe I atau sering disebut jigsaw dan jigsaw tipe II. Menurut Trianto (2010:75) model pembelajaran jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh Slavin. Ada perbedaan yang mendasar antarapembelajaran jigsaw I dan jigsaw II, kalau tipe I awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan melalui diskusi teman segrubnya. Pada tipe II ini setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi exspert . pada penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan peneliti menggunakan model jigsaw I.
Model pembelajaran tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa secara heterogen. Pada pembelajaran jigsaw ini terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, dan latar belakang yang beragam. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda dan ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyampaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal
Teknik pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model pembelajaran yang akan memeberikan beberapa keuntungan yaitu dapat mencegah dan mengurangi masalah konflik yang diakibatkan oleh adanya perbedaan-perbedaan (suku/ras/agama) di antara para siswa, pembelajaran menjadi lebih baik, meningkatkan motivasi siswa, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses pembelajaran.
Elliot Aronson (2008) mengemukakan ada 10 langkah mudah dalam jigsaw,yaitu:
  1. Membagi 5 atau 6 siswa menjadi satu kelompok jigsaw yang bersifat heterogen.
  2. Menetapkan satu siswa dalam kelompok menjadi pemimpin 3) Membagi pelajaran menjadi 5 atau 6 bagian
  3. Setiap siswa dalam kelompok mempelajari satu bagian pelajaran
  4. Memberi waktu pada siswa untuk membaca bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan kepadanya.
  5. Siswa dari kelompok jigsaw bergabung dalam kelompok ahli yang mempunyai materi yang sama, dan berdiskusi
  6. Kembali ke kelompok jigsaw
  7. Siswa mempresentasikan bagian yang dipelajari pada kelompoknya.
  8. Kelompok jigsaw mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas.
  9. Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi. 
Menurut Trianto (2010:73) langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yaitu:
  1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok (tiap kelompok terdiri dari 5-6 orang). 
  2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi sub bab.
  3. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinya. Tiap anggota kelompok ahli setelah kembali kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
  4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan.
  5. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal,siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
  6. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan.
Sedangkan menurut Isjoni (2009:77) pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam penguasaan materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggungjawab.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Isjoni 2009: 80-81), yaitu:
  1. Siswa dihimpun dalam satu kelompok yang terdiri dari 4-6 orang.
  2. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk dikerjakan.
  3. Para siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok anggota yang baru, untuk mengerjakan tugas mereka, para siswa tersebut menjadi anggota dengan bidang-bidang mereka yang telah ditentukan.
  4. Masing-masing perwakilan tersebut dapat menguasain materi yang ditugaskan, kemudian masing-masing perwakilan tersebut kembali kekelompok masing-masing atau kelompok asalnya.
  5. Siswa diberi tes, hal tersebut untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi.
Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2010:44) langkah-langkah dalam model pembelajaran tipe jigsaw, yaitu:
  1. Peserta didik dikelompokkan menjadi 4 anggota tim.
  2. Setiap anggota dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
  3. Anggota dari tim yang berbedayakan telah mempelajari bagian atau sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
  4. Setelah selesai, diskusi sebagai tim ahli setiap anggota kembali kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka  tentang sub bab yang mereka kuasai dan anggota lainnya mendengarkannya.
  5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
  6. Guru memberi evaluasi.
7) Penutup.
Dalam penelitian ini, menggunakan langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan kegiatan inti mengacu pada pendapat Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana,dan kemudian dikembangkan menjadi langkah-langkah berikut:
  • Pendahuluan
  1. Salam
  2. Presensi
  3. Apersepsi
  4. Motivasi
  • Kegiatan inti
  1. Menyampaikan tujuan pembelajaran
  2. Membagikan hand out dan jobsheed 
  3. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw:
  • (1) Peserta didik dikelompokkan kedalam 6 anggota tim.
  • (2) Setiap anggota tim diberi tugas dengan materi berbeda.
  • (3) Guru menjelaskan materi pembelajaran.
  • (4) Para siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok anggota yang baru (kelompok ahli) untuk mengerjakan tugas dan berdiskusi materi mereka.
  • (5) Presentasi oleh masing-masing kelompok ahli
  • (6) Guru mengklarifikasi hasil diskusi atau presentasi apabila terjadi kesalahan.
  • (7) Setelah selesai,diskusi sebagai tim ahli setiap anggota kembali kekelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan setiap anggota lainnya mendengarkan.
  • Guru meminta siswa mengerjakan tugas membuat macam-macam pola rok.
  • Guru mengevaluasi hasil pekerjaan siswa
  • Guru memberikan tes uraian kepada siswa untuk mengukur pemahaman dan pengetahuan siswa.
3) Penutup
Guru mempersilahkan siswa untuk bertanya, guru dan siswa mengadakan refleksi pelajaran, kemudian pembelajaran ditutup. Hubungan yang terjadi antara kelompok asal dengan kelompok ahli dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar  Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Dengan memahami dan mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, maka guru akan dapat merubah paradigma mengajar dari konvensional kepada model pembelajaran yang dapat menarik kompetensi siswa untuk aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Pelaksanaan pembelajaran tidak lepas dari kendala-kendala yang harus dihadapi. Kelemahan dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini merupakan kendala aplikasi model di lapangan yang harus dicari jalan keluarnya, menurut Roy Killen, adalah:
  1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah ‘peer teaching” pembelajaran oleh teman sendiri, akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain.
  2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak memiliki rasa kepercayaan diri.
  3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelompok tersebut.
  4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya membutuhkan waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
  5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangat sulit, tapi bisa diatasi dengan model team teaching.
Kelebihan dan kelemahan tersebut akan dapat teratasi dalam penerapannya dengan melakukan berbagai upaya. Pada saat siswa mengadakan diskusi pada kelompok asal, guru membantu mengamati jalannya diskusi dan membantu jika ada siswa yang mengalami kesulitan. Setelah diskusi, seluruh siswa diberi pertanyaan atau kuis oleh guru untuk memastikan seluruh siswa telah memahami materi yang telah dipelajari. Jawaban siswa akan mendapat poin dari guru dan menyumbang skor pada kelompok.
Menurut Suprijono (2009), peran pengajar atau guru dalam model jigsaw, yaitu:
  1. Mengontrol jalannya proses pembelajaran
  2. Mengarahkan siswa
  3. Membantu siswa yang kesulitan
  4. Mengatur jalannya diskusi
  5. Menjelaskan/mengklarifikasi inti materi pelajaran
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diperlukan kesadaran siswa untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif sangat diperlukan untuk pelaksanaan pembelajaran yang baik.
Indikator keaktifan belajar siswa ini dapat dilihat dari:
  1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru
  2. Kerjasamanya dalam kelompok
  3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli
  4. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal
  5. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok
  6. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat
  7. Memberi gagasan yang cemerlang
  8. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang
  9. Pengelolaan waktu dengan baik
  10. Memanfaatkan potensi anggota kelompok
  11. Saling membantu dan menyelesaikan masalah
Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga diperlukan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri maupun pembelajaran siswa lain dalam kelompok maupun diluar kelompoknya. Siswa tidak hanya dituntut menguasai materi sendiri tetapi juga dituntut untuk dapat menjelaskan pada siswa lain dalam kelompoknya, sebab secara umum siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mreka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan temannya.
Melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini guru dapat secara langsung membimbing setiap individu yang mengalami kesulitan belajar, guru setidaknya menggunakan setengah waktunya mengajar dalam kelompok kecil sehingga akan lebih mudah dalam memberikan bantuan secara individu. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran membuat pola macam-macam rok menekankan pada kerja kelompok atau tim dan adanya sistem penskoran dari hasil kerja siswa. Adanya diskusi dan interaksi dari dalam kelompok menjadi kekuatan pada model pembelajaran ini. Hal yang harus dipersiapkan oleh guru saat menerapkan model ini adalah jenis-jenis tugas atau bentuk kegiatan kelompok yang akan dikerjakan oleh siswa. Dalam pembelajaran membuat pola macam-macam rok adalah siswa presentasi di depan kelas sesuai dengan materi yang didapatkan.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sama dengan pembelajaran-pembelajaran dengan metode lain yaitu sama-sama membutuhkan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran adalah salah satu wujud persiapan yang dilakukan oleh guru sebelum mereka melakukan proses pembelajaran. Sebuah kata bijak menyatakan bahwa persiapan mengajar merupakan sebagian darisukses seorang guru. Kegagalan dalam perencanaaan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Kata bijak yang dikutip di atas menyiratkan betapa pentingnya melakukan persiapan pembelajaran melalui pengembangan perangkat pembelajaran.